Rabu, 19 September 2018

Metafora

Aku adalah benih dalam pemeran drama kehidupan. Yang mengakar menjalar jauh menghujam, seraya tumbuh menyeruak ke atas berlomba mencari cahaya mentari. Dengan segala rintang dan upaya yang menjadikanku tangguh dalam coba. Yang kusingkirkan adalah batu besar. Yang kukalahkan tanah tandus. Lantas, sudah jumawa aku bahwa akulah yang mengerti akan upaya dari pencarian kehidupan. Lantas, pantaskah aku sombong ketika yang kuhadapi hanya kerikil yang tak sebanding dengan bunga layu yang akarnya tercabut oleh ulah makhluk lain? Atau kulihat bunga kecil indah yang mekar yang batangnya sudah tercabik dan daunnya hampir habis dimakan ulat? Sungguh, mekarkupun tak seindah mereka...

Dan ketergantungan itu mulai menyiksa...
Melahap rasa dengan paksa...
Menyulut perih yang tak terkira...
Dan kuhanya bisa kirimkan do'a...

Semoga layumu tak lama
Segera kau mendapat cahaya
Hingga padakupun kau lupa
Biar aku lega
Dalam hati yang sebenarnya tak rela

-Cilentah, September 19th 2018-

Tidak ada komentar: